Seluruh dinding dipahat dengan batu padas, batu palimanan, dan batu serai dengan gambar Buddha Maitreya membawakan binatang 12 shio dan 8 Dewa serta gambar pemandangan alam, sungguh indah sekali.
Hari itu ada 105 orang seniman dan ratusan tukang bangunan yang sedang ngebut menyelesaikan pahatan dan pembangunan karena rencananya pada tanggal 9 September 2009 akan soft opening, tapi kemudian saya mendapat info bahwa peresmian dimundur ke bulan Desember dengan tanggal yang masih dirundingkan. Setelah mengelilingi lantai satu kami kemudian naik ke lantai selanjutnya. Maha Vihara ini mempunyai lingkungan yang asri. Dari lantai tiga kami sempat melihat indahnya hamparan sawah yang terbentang luas di belakang Maha Vihara.
Menurut info, keasrian ini akan tetap dipertahankan sebagai daerah penghijauan oleh pemerintah daerah dan sudah ditetapkan bahwa kelak Maha Vihara ini akan menjadi salah satu obyek wisata di Bali.
Setelah cukup melihat-lihat, perjalanan pun kami lanjutkan. Tibalah saatnya makan siang. Kami diajak ke restoran Pundi-Pundi di tengah jantung Ubud.
Interiornya bagus, saya pun tak menyia-nyiakan kesempatan, segera ambil kamera dan jepret sana jepret sini.
Setelah puas foto-foto di dalam, saya kemudian ke luar untuk memfoto lingkungannya yang sejuk dengan hamparan sawah yang menghijau. Saya mengajak suami untuk foto-foto ala Pre Wedding he...he...he... Yang ini namanya Foto Pasca Wedding. Limey adikku, juga tidak mau menyia-nyiakan kesempatan, bak model profesional diapun segera beraksi, dan sayalah yang menjadi fotografer gratisnya.
Ubud terkenal sebagai daerah seni, sehingga bangunannya pun sangat nyeni. Foto di bawah ini adalah sebuah bangunan restoran di seberang Restoran Pundi-Pundi.
Sekitar satu setengah jam kami makan dan bermain di sini. Untuk mencapai Gunung Kawi hanya dibutuhkan waktu kurang dari 20 menit lagi. Akhirnya tibalah kami di kawasan yang terletak di Timur Laut Ubud ini. Seperti kebayakan obyek wisata lainnya, sebelum sampai ke lokasi wisata kami melewati jalan kecil yang di kiri kanannya adalah kios-kios souvenir Bali seperi baju dan ukiran kayu. Setelah berjalan beberapa meter sampailah kami pada gapura Gunung Kawi. Di depannya, seorang ibu menyediakan sarung bagi yang bercelana atau rok pendek untuk menutupi lutut dan bagi yang sudah memakai pakaian yang menutupi lutut cukup memakai sabuk saja.
Peserta tour lalu masuk melalui Gerbang untuk turun menuju obyek wisata ini. Saya, suami, Steven, Limey dan mama memilih menaiki tangga menuju cafe di samping kiri luar gerbang. Kami lalu pesan jus, teh dan kopi. Setelah beberapa saat, suami dan anak saya Steven memilih meneruskan perjalanan ke dalam obyek wisata menyusul yang lainnya, sedangkan saya , mama, dan Limey malas dan memilih duduk saja di cafe
Pemandangan dari depan cafeSetelah beberapa lama kemudian, Steven kembali dengan keringat membasahi tubuh dan wajah terlihat agak lelah mengabarkan bahwa di bawah sana pemandangan indah sekali, dan mengajak kami ke sana. Kami pun meninggalkan cafe dan menuruni tangga menuju gapura.
Pura di depan CafeSampai di depan Gapura ternyata semua peserta tour telah kembali. Salah satu peserta tour, Dharmawan langsung memprovokasi kami dan menginformasikan bahwa di bawah sana pemandangannya sangat indaaaaah sekali. Sementara Lina, ngedumel, "Dibohongi nih, capek sekali, gak ada apa-apa di dalam." He...he...he rupanya kakinya keram. Pastilah, biasanya banyak duduk, sekarang harus menaiki 300 lebih anak tangga, waktu turun sih tidak begitu terasa. Sementara Dharmawan tetap memprovokasi betapa indahnya alam di bawah sana. Saya lalu minta bukti Dharmawan untuk menunjukkan foto atau videonya. Dia bilang tidak boleh foto dan rekam. Tentu saja dia hanya bercanda. Penasaran, saya lalu tanya suami dan Tejo Bds, ” Bener ya, bagus.” Mereka kompak menjawab, ”Biasa saja.” Akhirnya saya tidak jadi masuk.
Menurut sejarah, di antara raja-raja yang memerintah Bali, yang paling terkenal adalah dinasti Warmadewa. Raja Udayana berasal dari dinasti ini dan beliau adalah anak dari Ratu Campa yang diangkat anak oleh Warmadewa. Setelah dewasa beliau menikah dengan putri dari Empu Sendok dari Kediri, Jawa Timur, bernama Gunapriya Dharma Patni. Dari perkawinan ini beliau menurunkan Erlangga (bukan nama toko lho..) dan Anak Wungsu. Setelah Erlangga wafat pada tahun 1041, kerajaannya di Jawa Timur dibagi jadi dua. Pendeta Budha bernama Mpu Baradah dikirim ke Bali agar pulau Bali diberikan kepada salah satu putra Erlangga, tetapi ditolak oleh Mpu Kuturan.
Selanjutnya Bali diperintah oleh Raja Anak Wungsu antara tahun 1049-1077. Di bawah pemerintahanya Bali merupakan daerah yang subur dan tentram.
Setelah beliau meninggal dunia abunya disimpan dalam satu candi dikomplek Candi Gunung Kawi. Tulisan yang terdapat di pintu masuk situs ini berbunyi ” Haji Lumah Ing Jalu” yang berarti Sang Raja dimakamkan di “Jalu” sama dengan “susuh” (ayam jantan) yang bentuknya sama dengan Kris. Maka perkataan ” Ing Jalu” dapat ditafsirkan sebagai petunjuk ” Kali Kris” atau Pakerisan. Raja yang dimakamkan di Jalu dimaksud adalah Raja Udayana, Anak Wungsu, dan empat orang permaisuri Raja serta Perdana Mentri raja. Setelah melewati gapura dan 315 anak tangga di pinggir sungai Pakerisan yaitu sebuah sungai yang mempunyai nilai sejarah yang sangat tinggi, terletak komplek Candi Gunung Kawi.
Di sebelah tenggara komplek candi ini terletak wihara (tempat tinggal atau asrama para biksu/pendeta Budha). Peninggalan Candi dan Wihara di Gunung Kawi ini diperkirakan dibangun pada abad 11 masehi sebagai wujud toleransi hidup bergama pada waktu itu yang patut menjadi contoh dan tauladan bagi kita saat ini. Mari belajar dari kearifan masa lalu.
Karena tidak masuk, maka saya tidak mempunyai foto di dalam Gunung Kawi. Kedua foto di bawah ini bukanlah karya saya tapi saya ambil dari internet dengan engine serch Gunung Kawi.
Perjalanan lalu dilanjutkan ke Pasar Sukawati. Kami pun sibuk memborong oleh-oleh untuk keluarga, para pegawai dan pembantu di rumah, kebanyakan membeli pakaian dan sarung Bali. Kami belanja sampai toko-toko tutup pada pukul 18.00.
Dengan bertas-tas oleh-oleh kami pun meneruskan perjalanan menuju Restoran Vegetarian DeRaSa di jalan By Pass Ngurah Rai. Eh..ternyata kita harus bersabar sebentar karena beberapa ratus meter menjelang restoran, mobil mogok. Kami pun turun dan para laki-laki dengan tulus bantu mendorong bus. Saya pun menggoda Pak Pur, bahwa kejadian ini saya foto dulu dan divideokan sebagai bukti mobil mogok agar bisa peras Bos nya. Semua pun tertawa. Begitulah...tour vegetarian yang penuh kasih...walaupun bus mogok tidak ada yang marah malah semua gotong royong mendorong.
Akhirnya setelah diperbaiki dan dibantu dorong, bus kembali normal. Kami yang sudah lapar pun segera menikmati makanan vegetarian yang lezat. Hari yang seru dan penuh gelak tawa. Bersambung ke part 3
No comments:
Post a Comment